MOHON MAAF

"Bagi sobat yang ingin copas, mohon maaf sekali karna untuk sementara blog dalam perbaikan jadi tidak diizinkan untuk di Copy"

Selasa, 30 April 2013

Faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian typhoid di ruang Rengas Dengklok RSUD Karawang tahun 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR  BELAKANG
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran. Demam typhoid bisa terjadi pada setiap orang, namun lebih banyak diderita oleh anak-anak dan orang muda. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 – 30 tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Pada anak-anak hal ini dikarenakan antibodi yang belum terbentuk sempurna dan dari segi sosial, pola makanan anak-anak tidak baik yang didapat di lingkungan. Pada populasi orang muda, penyebaran demam typhoid dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak mempertimbangkan faktor kebersihan dan tidak terbiasanya mencuci tangan sebelum makan. faktor resiko lainnya adalah orang dengan status imunocompromised dan orang dengan produksi asam lambung yang terdepresi baik dibuat, misalnya pada pengguna antasida, H2 blocker, PPI, maupun didapat, misalnya orang dengan achlorhydia akibat proses penuaan.

Typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Sepeti yang sudah disebutkan, transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi salmonella thypi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila terpapar S. Thypi sebanyak 105, potensi serangan relatif ringan dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya organisme atau > 109 potensi serangan meningkat menjadi 95% dengan masa inkubasi yang lebih singkat. Transmisi di negara berkembang terjadi secara water-borne dan food-borne

Penyakit typhoid merupakan suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh  infeksi kuman Salmonella typhi. Pada beberapa dekade terakhir Typhoid sudah jarang  terjadi di negara-negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di  sebagian wilayah dunia. Kejadian Typhoid didunia sekitar 21,6 juta kasus dan terbanyak di  Asia, Afrika dan Amerika Latin dengan angka kematian sebesar 200.000. Setiap tahunnya, 7 juta  kasus terjadi di Asia Tenggara, dengan angka kematian 600.000 orang. Hingga saat ini penyakit  Typhoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus pertahun, dan angka kematian 3,1 sampai  10,4%.(WHO, 2004)

Prevalensi Typhoid di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 1,60%. Sedangkan prevalensi di Provinsi Banten sebesar 2,2 %. Insiden Typhoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760 sampai 810 kasus per 100.000 penduduk.(Riskesdas, 2007)

Adapun data yang diperoleh peneliti dari RSUD Karawang khususnya di ruang Rengas dengklok diperoleh pasien yang didiagnosa thypoid ada 452 pasien dari 13.777 , dalam kurun waktu 3 bulan tahun 2013 adalah 3,28%.,thypoid merupakan kasus 5 besar diantara 20 kasus penyakit terbesar di ruang  ruang rengas dengklok RSUD Karawang.

Hasil dari pengamatan perawat terhadap thypoid adalah kebiasaan mencuci tangan, kebersihan makanan, pengetahuan, lingkungan, terlihat dari kondisi pasien saat ini tampak kotor pada personal hygienenya, dan menurut keluarga tidak pernah untuk mandi atau dimandikan, juga tidak pernah membiasakan mencuci tangan sebelum makan. Berdasarkan hal tersebut diatas  peneliti merasa perlu untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingginya angka thypoid di Ruang Rengas dengklok RSUD karawang antara lain.

B.       RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian typhoid di ruang Rengas Dengklok RSUD Karawang tahun 2013”.
  
C.      TUJUAN PENELITIAN
1.    Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka Typhoid di ruang rengas dengklok RSUD Karawang tahun 2013.

2.    Tujuan khusus:
a.    Terindentifikasi pengaruh kebiasaan mencuci tangan terhadap tingginya angka Thypoid di ruang rengas dengklok RSUD Karawang tahun 2013.
b.    Terindentifikasi pengaruh kebersihan makanan terhadap tingginya angka Thypoid di ruang rengas dengklok RSUD Karawang tahun 2013.
c.    Terindentifikasi pengaruh pengetahuan terhadap tingginya angka Thypoid di ruang rengas dengklok RSUD Karawang tahun 2013.
d.   Terindentifikasi pengaruh lingkungan  terhadap tingginya angka Thypoid di ruang rengas dengklok RSUD Karawang tahun 2013.
e.    Terindentifikasi pengaruh yang dominan terhadap tingginya angka Thypoid di ruang rengas dengklok RSUD Karawang tahun 2013.


D.       MANFAAT PENELITIAN
1.      Bidang Pendidikan
Sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai Faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian typhoid dan memberikan informasi terbaru melalui penelitian ilmiah.
2.      Pelayanan Rumah sakit
Diharapkan memberikan informasi dan sebagai masukan yang berharga sehingga dapat diketahuinya Faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian typhoid yang dapat meningkatkan standar asuhan keperawatan sehingga pelayanan menjadi lebih baik dan memberikan asuhan keperawatan yang professional serta dapat memberi pendidikan kesehatan bagi pasien.
3.      Bidang Penelitian
Diharapkan sebagai langkah awal penelitian berikutnya untuk penelitian sejenis yaitu Faktor-faktor yang berhungan dengan kejadian typhoid sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan praktek keperawatan yang akan datang.

"UNTUK BAB SELANJUTNYA BISA HUBUNGI : 081906696499"

Sabtu, 20 April 2013

Faktor - faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya asma bronchial di poli klinik paru RSUD Karawang tahun 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas dimana banyak sel berperan terutama sel mast, esonofil, limposit T magropag, neuropil dan sel epitel. (Slamet Hariadi, dkk 2010) Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu dan penyakit Asma mempunyai resiko kekambuhan yang tinggi (Alsagaf Hood 2010). Ada beberapa factor yang dapat menyebabkan pajanan pada  asma bronchial, diantaranya Alergen, tekanan jiwa / stress, lingkungan kerja ( Hadibroto Iwan, dkk 2010). Sementara menurut Global Initiative For Asma, (2006) beberapa faktor resiko timbulnya asma bronkial antara lain: riwayat keluarga, etnis, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, factor resiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus adapun faktor resiko pencetus asma bronkial antara lain : Asap Rokok, Tungau Debu Rumah, Binatang Piaraan, Jenis Makanan, Perabot Rumah Tangga dan Perubahan Cuaca, Ppdi. (2006)

Who (2006), Dari 300 juta orang menderita asma 225 ribu meninggal di seluruh dunia. diperkirakan akan meningkat 10 % untuk sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik. Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar  50% .Penelitian prevalensi asma di Australia yang didasarkan kepada  data atopi atau mengi menunjukkan kenaikan prevalensi asma akut di daearah lembah  (Belmont) dari 4,4%  menjadi 11,9%, dari daerah perifer yang kering  adalah sebesar 0,5% dari 215 anak dengan bakat atopi sebesar 20,5% dan mengi 2% .  

Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga SKRT (2005) di berbagai  provinsi  di  Indonesia,  asma  menduduki  urutan  kelima  dari  sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik  dan emfisema. Asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai  penyebab  kematian  (mortalitas)  keempat  di Indonesia  atau  sebesar  5,6%. Dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1.000 penduduk Ppdi, (2006).

Di Sembilan  provinsi yang mempunyai prevalensi Penyakit Asma diatas prevalensi nasional, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam di urutan pertama, diikuti oleh Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Papua Barat. Penelitian multisenter di beberapa pusat pendidikan di Indonesia mengenai prevalensi asma pada anak usia 13-14 tahun menghasilkan angka prevalensi di Palembang 7,4%; di Jakarta 5,7%; dan di Bandung 6,7%.  Sidhartani di Semarang meneliti 632 anak usia 12-16 tahun dengan menggunakan kuesioner  International Study of  Asthma and Allergy in Children (ISAAC) dan pengukuran Peak Flow Meter (PFM) menemukan prevalensi asma 6,2%. (Rikesdas, 2007)

Sedangkan  Di RSUD Karawang pada tahun 2011 terdapat 360  pasien dengan asma yang berobat jalan di pili klinik paru RSUD Karawang, tahun 2012 meningkat menjadi 486 pasien dengan asma yang berobat jalan di pili klinik paru RSUD Karawang. Dari 15 responden yang di identifikasi penyebab dari asma yang di alaminya adalah, Asap rokok 63 % , Lingkungan kerja 15 % dan perubahan cuaca 32 %. Berdasarkan Fenomena tersebut diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Faktor - faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya asma bronchial di poli klinik paru RSUD Karawang tahun 2013”

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas terlihat peningkatan prevelensi kejadian asma bronchial di seluruh dunia yang cukup tinggi setiap tahunnya dan berdasarkan suvey singkat yang dilakukan oleh peneliti didapatkan penyebab terbanyak kejadian asma bronchial pada pasien rawat jalan di poli paru RSUD Karawang adalah asap rokok, Lingkungan kerja, dan perubahan cuaca. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab asma bronchial di poli klinik paru RSUD karawang.

C.    Tujuan penelitian
1.      Tujuan umum
a)         Diketahui factor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya asma bronchial pada pasien asma bronchial di poli klinik paru RSUD Karawang tahun 2013.

2.      Tujuan Khusus
a)         Diketahui gambaran distribusi frekuensi dan demografi dari pasien asma bronchial di poli klinik paru RSUD karawang tahun 2013.
b)        Diketahui hubungan paparan asap rokok dengan penyebab terjadinya asma bronchial pada pasien asma bronchial di RSUD Karawang tahun 2013.
c)         Diketahui hubungan lingkungan kerja dengan penyebab terjadinya asma bronchial pada pasien asma bronchial di RSUD Karawang tahun 2013.
d)        Diketahui hubungan perubahan cuaca dengan penyebab terjadinya asma bronchial pada pasien asma bronchial di RSUD Karawang tahun 2013.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmu pengetahuan tentang factor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit asma

2.      Pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan dalam promosi kesehatan guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama asuhan keperawatan yang cepat dan tepat.

3.      Peneliti
Diharapkan sebagai langkah awal penelitian berikutnya untuk penelitian sejenis yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma bronchial sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan praktek keperawatan yang akan datang.
UNTUK BAB SELANJUTNYA BISA HUBUNGI : 081906696499

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanyan infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam (Hirlan dalam Sudoyo,2006).

Keluhan gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita gastritis kronis selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang lain untuk mengobati keluhan gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan penekan asam lambung sudah pernah diminum seperti antasid, namun keluhan selalu datang silih berganti. Keluhan yang berkepanjangan dalam menyembuhkan gastritis ini, dapat menimbulkan stress. Sekitar 10% penderita gastritis mengalami stress dan pengobatannya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Bagi penderita gastritis, stress ini bukan tidak mungkin justru menambah berat gastritis penderita yang sudah ada (Budiana, 2006).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis menurut Uripi, (2002) adalah, pola makan, faktor obat-obatan dan sters sedangkan menurut mutaqin (2011) faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung.

Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan gastritis membuat angka kejadian gastritis juga meningkat Budiana (2006), mengatakan bahwa gastritis ini tersebar di seluruh dunia dan bahkan diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar. Pada negara yang sedang berkembang infeksi diperoleh pada usia dini dan pada negara maju sebagian besar dijumpai pada usia tua. Badan penelitian kesehatan dunia WHO (2012), melakukan tinjauan terhadap beberapanegara dunia dan mendapatkan hasil persentase angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%,  Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekita 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang  secara substantial lebih tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik.  Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah
penyakit yang dapat menyusahkan kita.

Di Indonesia menurut WHO (2012) adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prepalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.  Berdasarkan profil kesehatan di Indonesia tahun 2011, merupakan salah satu penyakit dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus  (4,9%).

Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas .,…….. merupakan urutan  daftar 5 penyakit yang paling sering dikeluhkan pasien, tahun 2012 tercatat data terakhir bulan November sebanyak 125 pasien dan bulan Desember  meningkat menjadi 155 pasien. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap pasien gastritis di ,,,,,,,,,,,,,, menyatakan bahwa penyakit gastritis yang diderita pasien disebabkan oleh pola makan, obat-obatan dan stres. Berdasarkan fenomena yang ditemukan di puskesmas …….. maka peneliti tertarik melkukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya gastritis di puskesmas ….. tahun 2013”

B.       RUMUSAN MASALAH
Melihat latar bekang tersebut diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya gastritis di puskesmas ….. tahun 2013






C.      TUJUAN PENELITIAN
1.    Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya gastritis di puskesmas ….. tahun 2013
2.    Tujuan khusus:
a.    Mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian gastritis di puskesmas ……….  Karawang tahun 2013.
b.    Mengetahui hubungan penggunaan obat-obatan dengan kejadian gastritis di puskesmas ……….  Karawang tahun 2013.
c.    Mengetahui hubungan stres dengan kejadian gastritis di puskesmas ……….  Karawang tahun 2013.

D.       MANFAAT PENELITIAN
a.    Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmu pengetahuan tentang factor-faktor yang dapat menyebabkan gastritis
b.    Pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan dalam promosi kesehatan guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama asuhan keperawatan yang cepat dan tepat.
c.    Peneliti
Diharapkan sebagai langkah awal penelitian berikutnya untuk penelitian sejenis yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan praktek keperawatan yang akan datang.
Unutuk Bab Selanjutnya bisa menghubungi : 081906696499

Daftar Pustaka.

WHO (2008). Standard Treatment Guidelines and Essential Medicines List For South Africa, dalam

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

Kamis, 18 April 2013

Paronychia

Paronychia atau cantengan adalah infeksi kulit yang umum yang berkembang di sekitar kuku atau kuku jari kaki. Kondisi ini dapat akut (mulai yaitu tiba-tiba) atau kronis (yaitu mulai secara bertahap).

Wanita dewasa dan orang yang sering bekerja dengan tangan tetap lembab seperti pada pengolah makanan paling empuk jadi sasaran cantengan kuku.

Cantengan atau paronychia adalah peradangan pada daerah jari tangan atau kaki yang dapat terjadi dalam jangka pendek (akut) atau mungkin jangka panjang atau dapat kambuh kembali (kronis).

Selain infeksi bakteri, cantengan juga dapat disebabkan oleh herpes, sejenis infeksi virus.

Cantengan akut dapat terjadi pada usia berapapun namun terutama sering terjadi pada anak. Viral paronychia lebih sering terjadi pada orang dewasa dan dapat terlihat dari infeksi herpes genital, atau pada orang yang bekerja dalam industri perawatan kesehatan.

Jenis infeksi kuku semakin diperparah dengan penambahan infeksi jamur, umumnya disebabkan oleh jenis ragi yang disebut Candida, atau infeksi bakteri, dan ini dapat mengakibatkan pertumbuhan kuku tidak normal.

Klasifikasi
1. Akut
Sisi kuku (proximal nail fold) terlihat merah, bengkak, sakit, dan mungkin berisi nanah. Biasanya hanya satu kuku yang terkena.

2. Kronis
Sisi kuku bengkak, merah, dan tidak memiliki kutikula (strip kulit mengeras di dasar dan di sisi kuku tangan atau kaki). Bisa terjadi pada satu atau lebih kuku.

Jika terkena paronychia akut, cobalah merendam kuku dalam air hangat, dan hindari air dan bahan kimia untuk mencegah gejala paronychia kronis.

1. Hindari menggigit kuku
2. Pakailah sarung tangan karet jika hindak memgang benda atau melakukan pekerjaan yang berpotensi menimbulkan trauma.
3. Sering Cuci tangan, terutama setelah bekerja di tanah, pertukangan, atau pekerjaan di mana tangan Anda menjadi kotor dan memiliki potensi untuk luka dan goresan.
4. Setiap manipulasi kuku (menggunting kuku), seperti manicuring, mengisap jari, atau mencoba untuk menoreh dan mengeringkan lesi, harus dihindari, ini manipulasi dapat menyebabkan infeksi bakteri sekunder.Untuk pengobatan, biasanya dilakukan hal-hal sebagai berikut:

Gunakan antibiotik untuk infeksi atau obat anti jamur untuk infeksi herpes.
Paronychia kronis
Steroid topikal
Obat anti jamur topikal
Obat oral anti jamur atau antibiotik